NAMA : ZULMA HENDRA
NIM : 10916005040
MATA KULIAH : MANAJEMEN PERBANKKAN ISLAM
DOSEN : DICKI HARTANTO
MANAJEMEN RESIKO BANK SYARIAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di Indonesia, pertumbuhan dan perkembangan
perbankan syariah tumbuh makin pesat. Krisis keuangan global di satu sisi telah
membawa hikmah bagi perkembangan perbankan syariah. Masyarakat dunia, para
pakar dan pengambil kebijakan ekonomi, tidak saja melirik tetapi lebih dari itu
mereka ingin menerapkan konsep syariah secara serius.
Selain itu prospek perbankan syariah makin cerah dan menjanjikan. Bank
syariah di Indonesia, diyakini akan terus tumbuh dan berkembang. Perkembangan
industri lembaga keuangan syariah ini diharapkan mampu memperkuat stabilitas
sistem keuangan nasional. Harapan tersebut memberikan suatu optimisme melihat
penyebaran jaringan kantor perbankan syariah saat ini mengalami pertumbuhan
yang sangat pesat.
Sebagai
sebuah entitas bisnis, dalam kegiatan usahanya bank khususnya bank syariah menghadapi
risiko-risiko yang memiliki potensi mendatangkan kerugian. Risiko ini tidaklah
bisa selalu dihindari tetapi harus dikelola dengan baik tanpa harus mengurangi
hasil yang harus dicapai. Risiko yang dikelola dengan tepat dapat memberikan
manfaat kepada bank dalam menghasilkan laba. Oleh karena itu pelaku sektor
perbankan, dan bank syariah khususnya di tuntut untuk mampu secara efektif
mengelola risiko yang dihadapinya.
Penerapan
sistem manajemen risiko pada perbankan syariah sangat diperlukan. Baik untuk
menekan kemungkinan terjadinya kerugian akibay risiko maupun memperkuat
struktur kelembagaan, misalnya kecukupan modal untuk meningkatkan kapasitas,
posisi tawar dan reputasinya dalam menggaet nasabah. Kewajiban penerapan
manajemen risiko oleh Bank Indonesia (BI) yang disusul oleh ketentuan kecukupan
modal dan menambah beban perhitungannya yang dinilai sejauh ini cukup
kompleks,telah memberikan kontribusi penting bagi kelangsungan usaha perbankan
nasional.
Tuntutan
pengelolaan risiko semakin besar dengan adanya penetapan standar-standar
Internasional oleh Bank For Internasional Settlements (BLS) dalam
bentuk Basel I dan Basel II Accord. Dan Perbankan Indonesia mau tidak mau harus
mulai masuk kedalam era pengelolaan risiko secara terpadu (integrated
management) dan pengawasan berbasis risiko (risk based supervision).
Manajemen
risiko sangat penting bagi stabilitas perbankan,hal ini karena bisnis perbankan
serat berhubungan dengan risiko. Dalam kegiatannya,baik menghadapi berbagai
risiko,seperti risiko kredit (pembiayaan),risiko pasar dan risiko operasional.
Manajemen risiko yang baik bagi bank bisa memastikan bank akan selamat dari
kehancuran jika keadaan terburuk terjadi.
Sebagai
lembaga intermediasi keuangan berbasis kepercayan sudah seharusnya bank dan bank
syariah khususnya menerapkan system manajemen risiko. Hal tersebut sesuai
dengan peraturan Bank Indonesia No.5/8/PBI/2003 tentang penerapan manajemen
risiko bagi bank umum, yang mengatur agar masing-masing bank menerapkan
manajemen risiko sebagai upaya meningkatkan efektivitas Prudential Banking.
Penerapan
manajemen risiko pada perbankan mempunyai sasaran agar setiap potensi kerugian
yang akan datang dapat diidentifikasi oleh manajemen sebelum transaksi, atau
pemberian pembiayaan dilakukan. Dan konsep manajemen risiko yang terintegrasi,
diharapkan mampu memberikan suatu sort and quick report kepada board
of director guna mengetahui risk exposure yang dihadapi bank
secara keseluruhan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Risiko Bank
Risiko
dapat didefinisikan sebagai suatu potensi terjadinya suatu peristiwa (events)
yang dapat menimbulkan kerugian. Risiko yaitu suatu kemungkinan akan terjadinya
hasil yang tidak diinginkan, yang dapat menimbulkan kerugian apabila tidak
diantisipasi serta tidak dikelola semestinya. Risiko dalam bidang perbankan
merupakan suatu kejadian potensial baik yang dapat diperkirakan (anticipated)
maupun tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif
pada pendapatan maupun permodalan bank. Risiko-risiko tersebut tidak dapat
dihindari namun dapat dikelola dan dikendalikan.[1]
Risiko
dapat dibedakan atas dua kelompok besar yaitu risiko yang sistematis (systematic
risk), yaitu risiko yang diakibatkan oleh adanya kondisi atau
situasi tertentu yang bersifat makro, seperti perubahan situasi politik,
perubahan kebijakan ekonomi pemerintah, perubahn situasi pasar, situasi krisis
atau resesi, dan sebagainya yang berdampak pada kondisi ekonomi secara umum;
dan Risiko yang tidak sistematis (unsystematic risk) yaitu risiko yang
unik, yang melekat pada suatu perusahaan atau bisnis tertentu saja.[2]
Macam-macam Risiko yang dihadapi
oleh Bank adalah sebagai berikut:
1. Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas pasar dimana
risiko yang timbul karena bank tidak mampu melakukan offsetting tertentu dengan
harga karena kondisi likuiditas pasar yang tidak memadai atau terjadi gangguan
dipasar. Risiko likuiditas pendanaan dimana risiko yang timbul karena bank
tidak mampu mencairkan assetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber dana
lain.
2. Risiko Pasar
Risiko yang timbul akibat adanya
perubahan variabel pasar, seperti: suku bunga, nilai tukar, hargha equity dan
harga komoditas sehingga nilai portofolio/asset yang dimiliki bank menurun.
3. Risiko Kredit
Dimana risiko yang timbul akibat
kegagalan (default) dari pihak lain(nasabah/debitur) dalam memenuhi
kewajibannya.
4. Risiko Operasional
Risiko akibat kurangnya sistem
informasi atau sistem pengawasan internal yang akan menghasilkan kerugian yang
tidak diharapkan.
5. Risiko Kepatuhan
Risiko kepatuhan timbul sebagai
akibat tidak dipatuhinya atau tidak dilaksanakannya peraturan-peraturan atau
ketentuan-ketentuan yang berlaku atau yang telah ditetapkan baik ketentuan
internal maupun eksternal.
6. Risiko Hukum
Risiko hukum adalah terkait
dengan risiko bank yang menangtgung kerugian sebagai akibat adanya tuntutan
hukum, kelemahan dalam aspek legal atau yuridis. Kelemahan ini diakibatkan
antara lain oleh ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau
kelemahan perikatan seperti tidak terpenuhinya syarat-syarat syahnya kontrak
dan pengikatan agunan yang tidak sempurna.
7. Risiko Reputasi
Risiko yang timbul akibat adanya
publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau karena adanya
persepsi negatif terhadap bank.
8. Risiko Strategik
Risiko yang timbul karena adanya
penetapan dan pelaksanaan strategi usaha bank yang tidak tepat, pengambilan
keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank terhadap
perubahan-perubahan eksternal.[3]
2. Risiko-Risiko Yang
Dihadapi Bank Syariah
Bank syariah juga harus menghadapi risiko-risiko
lain yang unik (khas). Risiko unik ini muncul karena isi neraca bank syariah
yang berbeda dengan bank konvensional. Dalam hal ini pola bagi hasil (profit
and loss sharing)[4]
yang dilakukan bank syari’ah menambah kemungkinan munculnya risiko-risiko lain.
Seperti withdrawal risk, fiduciary risk, dan displaced commercial
risk. Dimana:
- Withdrawal risk merupakan bagian dari spektrum risiko bisnis. Risiko ini sebagian besar dihasilkan dari tekanan kompetitif yang dihadapi bank syariah dari nak konvesional sebagai counterpart-nya. Bank syariah dapat terkena withdrawal risk (risiko penarikan dana) disebabkan oleh deposan bila keuntungan yang mereka terima lebih rendah dari tingkat return yang diberikan oleh rival kompetitornya.
- Fiduciary risk sebagai risiko yang secara hukum bertanggung jawab atas pelanggaran kontrak investasi baik ketidaksesuaiannya dengan ketentuan syariah atau salah kelola (mismanagement) terhadap dana investor.
- Displaced commercial risk adalah transfer risiko yang berhubungan dengan simpanan kepada pemegang ekuitas. Risiko ini bisa muncul ketika bank berada di bawah tekanan untuk mendapatkan profit, namun bank justru harus memberikan sebagian profitnya kepada deposan akibat rendahnya tingkat return.[5]
Risiko-risiko
tersebut merupakan contoh risiko unik yang harus dihadapi bank syariah. Adapu
risisko yang dihadapi bank syariah dalam operasional yang terkait denga produk
pembiayaan yang dijalankan oleh bank syariah yaitu meliputi :
a) Risiko Terkait Produk
1) Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Certainty
Countracts (NCC)
Yang
dimaksud dengan analisis risiko pembiayaan berbasis natural certainty
countracts (NCC) adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari
seluruh risiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah
memperhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan natural certainty countracts,
seperti murabahah, ijarah, ijarah mutahia bit tamlik, salam dan istisna’.
Penilaian risiko ini mencakup 2 (dua) aspek, yaitu sebagai brikut :
1)
Default risk (risiko kebangkrutan).
Yakni
risiko yang terjadi pada first way out yang dipengaruhi oleh hal-hal
sebagai berikut:
- Industry risk yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan oleh hal-hal sebagai berikut:
- karakteristik masing-masing jenis usaha yang bersangkutan
- riwayat eksposur pembiayaan yang bersangkutan dibank konvensional dan pembiayaan yang bersangkutan dengan bank syariah, terutama perkembangan non performing financing jenis usaha yang bersangkutan.
- Kinerja keungan jenis usaha yang bersangkutan (industry financial standard).
- Kondisi internal perusahaan nasabah, seperti manajemen, organisasi, pemasaran, teknis produksi dan keuangan.
- Faktior negatif lainnya yang mempengaruhi perusahan nasabah, seperti kondisi group usaha, keadaan force manjeur, permasalahan hukum, pemogokan, kewajiban off balance sheet (L/C impor, bank garansi) market risk (forex risk, interest risk, scurity risk), riwayat pembayaran (tunggakan kewajiban) dan restrukturisasi pembiayaan.
2)
Recovery risk (risiko jaminan).
Yakni
risiko yang terjadi pada second way out yang dipengaruhi oleh hal-hal
sebagai berikut:
- Kesempurnaan pengiktana jaminan.
- Nilai jual kemblai jaminan (marketability jaminan).
- Faktor negatif lainnya, misalnya tuntutan hukum pihak lain atas jaminan, lamanya transaksi ulang jaminan.
- Kredibilitas penjamin (jika ada).
2) Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty
Countracts (NUC)
Yang
dimaksud dengan analisi Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural
Uncertainty Countracts (NUC) adalah mengidentifikasi dan menganalisis
dampak dari seluruh risiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang diambil
sudah memeprhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan berbasis NUC, seperti mudharabah
dan musyarakah. Penilaian risiko ini mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu
sebagai berikut:
a)
Business risk (risiko bisnis yang dibiayai)
Adalah
risiko yang terjadi pada first way out yang dipengaruhi oleh :
- Industri risk yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan oleh:
- Karakteristik masing-masing jenis usaha yang bersangkutan
- Kinerja keuangan jenis uasaha yang bersangkutan (industry financial standard)
- Faktor negative lainnya yang mempengaruhi perusahaan nasabah, seperti kondisi group usaha, keadaan force majeure, permasalahan hukum, pemogokan, kewajiban off balance sheet (L/C impor, bank garansi), market risk (forex risk, interest risk, scurity risk), riwayat pembayaran (tunggakan kewajiban) dan restrukturisasi pembiayaan.
- Shirinking risk (resiko berkurangnya nilai pembiayaan).Adalah risiko yang terjadi pada second way out yang dipengaruhi oleh:
a)
Unusual bisiness risk yaitu risiko bisnis yang luar biasa yang
ditentukan oleh :
- Penurunan drastis tingkat penjualan bisnis yang dibiayai
- Penurunan drastis harga jula barang/jasa dari bisnis yang dibiayai
- Penurunan drastis harga barang/jasa dari bisnis yang dibiayai
b)
Jenis bagi hasil yang dilakukan, apakah profit and loss sharing atau
revenue sharing
- Untuk jenis profit and loss sharing, shirnking risk muncul bila terjadi loss sharing yang harus ditanggung oleh bank
- Untuk jenis revenue sharing, shirnking risk terjadi bila nasabah tidak mampu menanggung biaya (nafaqah) yang seharusnya ditanggung nasabah, sehingga nasabah tidak mampu melanjutkan usahanya.
c)
Disaster risk yaitu keadaan force majeure yang dampaknya sangat
besar terhadap bisnis nasabah yang dibiayai bank.
- Character risk (risiko karakter buruk mudharib) yaitu risiko yang terjadi pada third way out yang dipengaruhi oleh hal berikut:
a)
Kelalaian nasabah dalam menjalankan bisnis yang dibiayai bank
b)
Pelanggaran ketentuan yang telah disepakati sehingga nasabah dalam menjalankan
bisnis yang dibiayai bank tidak lagi sesuai dengan kesepakatan
c)
Pengelolaan intenal perusahaan, seperti manajemen, organisasi, pemasaran,
teknis produksi, dan keuangan, yang tidak dilakukan secara profesional sesuai
dengan standar pengelolaan yang disepakati antara bank dan nasabah.
Untuk
mengatasi character risk, bank menetapkan kovenan khusus
pembiayaan musyarakah dan mudharabah. Bila terjadi kerugian yang disebabkan
oleh character risk, kerugian akan di bebankan kepada nasabah. Untuk
menjamin agar nasabah mampu menanggung kerugian akibat risiko tersebut, maka
bank menetapkan adanya jaminan (colleteral).
b) Risiko Terkait Koorporasi
Kompleksitas
dan volume pembiayaan koorporasi menimbulkan risiko tambahan selain risiko yang
terkait dengan produk. Analisis risiko yang terkait dengan pembiayan korporasi
meliputi:
1)
Risiko yang timbul dari perubahan kondisi bisnis nasabah setelah pencairan
pembiayaan.
Terdapat
setidaknya tiga risiko yang dapat timbul dari perubahan kondisi bisnis nasabah
setelah pencairan pembiayaan, yaitu sebagai berikut:
-
Over trading
Over trading terjadi ketika nasabah mengembangkan volume bisnis yang
besar dengan dukungan modal yang kecil (too much business volume with too
little capital). Keadaan ini akan menimbulkan krisis cash flow.
-
Adverse trading
Adverse trading terjadi ketika nasabah mengembangkan bisnisnya dengan
megambil kebijakan melakukan pengeluaran tetap (fixed costs) yang
besar setiap tahunnya, serta bermain dipasar yang tingkat volume penjualannya
tidak setabil. Perusahaan yang mempunyai karakterstik seperti ini merupakan
perusahaan yang secara potensial berada dalam posisi yang lemah serta beresiko
tinggi.
-
Liquidity run
Liquidity run terjadi ketika nasabah mengalami kesulitan likuiditas
karena kehilangan sumber pendapatan dan peningkatan pengeluaran yang disebabkan
oleh alasan yang tidak terduga. Kondisi ini tentu saja akan mempengaruhi
kemampuan nasabah dalam menyelesaikan kewajibannya kepada pihak bank. Sekalipun
tidak dapat memprediksi arus likuiditas sebuah perusahaan, bank dapat
menaksir apakah perusahaan tersebut memiliki likuiditas yang cukup atau dapat
memperoleh dana tambahan untuk mempertahankan caish flow
seperti sedia kala.
2)
Risiko yang timbul dari komitmen kapital yang berlebihan
Sebuah
perusahaan mungkin saja mengambil komitmen kapital yang berlebihan dan
menandatangani kontark untuk pengeluaran bersekala besar. Apabila tidak mampu
untuk meghargai komitmennya, bank dapat dipaksa untuk dilikuidasi. Bank maupun
suplier pembayaran perdagangan sering kali tidak mampu untuk mengontrol suatu
pengeluaran yang berlebihan dari sebuah perusahaan. Namun demikian, bank
dapat mencoba untuk memonitornya dengan melakukan analisis, misalnya, neraca
perusahaan tersebut yang terakhir dipublikasikan, dimana komitmen pengeluaran
kapital harus diungkap.
3)
Risiko yang timbul dari lemahnya analisis bank
Terdapat
tiga macam risiko yang timbul dari lemahnya analisis bank, yakni sebagai
berikut:
a)
Analisis pembiayan yang keliru
Dalam
konteks ini, terjadi bukan karena perubahan kondisi nasabah yang tak terduga,
tetapi dikernakan memang sudah sejak awal nasabah yang bersangkutan beresiko
tinggi. Keputusan pembiayaan bisa jadi adalah keputusan yang tidak valid. Kesalahan
dalam pengambilan keputusan ini biasanya bersumber dari informasi yang tersedia
kurang akurat. Untuk mengatasi hal ini, bank memerlukan staf yang terlatih dan
berpengalaman dalam menyusun suatu pendekatan pembiayaan.
b)
Creative accounting
Creative
accounting merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kebijakan akuntansi perusahaan yang memberikan keterangan yang menyesatkan
tentang suatu laporan posisi keuangan perusahaan. Dalam kasus ini, keuntugan
dapat dibuat agar terlihat lebih besar, aset terlihat lebuh bernilai, dan
kewajiban dapat disembunyikan dari neraca keuangan.
c)
Karakter nasabah
Terkadang
nasabah dapat memperdaya bank dengan sengaja menciptakan pembiayaan macet. Bank
perlu waspada terhadap kemungkinan ini dengan mencoba untuk membuat suatu
keputusan berdasarkan informasi objektif tentang karakter nasabah.[6]
3. Dampak Dari Risiko Yang Dihadapi Bank Syariah
Sebagai
dampak terjadinya risiko kerugian keuangan langsung, kerugian akibat risiko (risk
loss) pada suatu bank dapat berdampak pada pemangku kepentingan (stakeholders)
bank, yaitu pemegang saham, karyawan, dan nasabah, serta berdampak juga kepada
perekonomian secara umum.
Pengaruh
risk loss pada pemegang sahaman karyawan adalah langsung, sementara
pengaruh terhadap nasabah dan perekonomian tidak langsung. Berikut akan
diuraikan dampak potensial terhadap stakeholders dan ekonomi.
a. Dampak terhadap Pemegang Saham
Pengaruh
risk loss terhadap pemegang saham antara lain:
- Penurunan nilai investasi, yang akn memberikan pengaruh terhadap penurunan harga dan/atau penurunan keuntungan,turunnya harga saham menurunkan nilai perusahaan yang berarti turunnya kesejahteraan pemegang saham;
- Hilangnya peluang memperoleh dividen yang seharusnya diterima sebagai akibat dari turunnya keuntungan perusahaan;
- Kegagalan investasi yang telah dilakukan, hingga yang paling parah adlah kebangkrutan perusahaan yang melenyapkan nilai semua moal disetor.
b. Dampak terhadap Karyawan
Karyawan
suatu bank dapat terpengaruh oleh peristiwa risiko (risk event) yang
menimbulkan risk loss terkait dengan keterlibatan mereka. Pengaruh
tersebut dapat berupa:
- Dikenakan sanksi indisipliner karena kelalaian yang menimbulkan kerugian;
- Pengurangan pendapatan seperti pengurangan bonus atau pemotongan gaji;
- Pemutusan hubungan kerja.
c. Dampak terhadap Nasabah
Kegagalan
dalam pengelolaan risiko dapat berpengaruh terhadap nasabah. Dampak yang
terjadi dapat secara langsung maupun tiak langsung dan tidak seketika dapat
diidentifikasikan. Pengaruh risk event yang berlangsung secara berkelanjutan,
pada gilirannya akan menimbulkan risk loss terhadap kelangsungan usaha bank itu
sendiri. Konsekuensi risk loss yang berdampak terhadap nasabah bank,
adalah:
- Merosotnya tingkat pelayanan;
- Berkurangnya jenios dan kualitas produk yang ditawarkan;
- Krisis likuiditas sehingga menyulitkan dalam pencairan dana;
- Perubahan peraturan.
d. Dampak terhadap Perekonomian
Sebagai
institusi yang mengelola uang sebagai aktivitas utamanya, bank memiliki risiko
yang melekat (inherent) secara sistematis. Risk loss yang terjadi pada suatu
bank akan menimbulkan dampak tidak hanya terhadap bank yang bersangkutan,
tetapi juga akan berdampak terhadap nasabah dan perekonomian secara
keseluruhan. Dampak yang ditimbulkan tersebut dinamakan risiko sistemik (systemic
risk).
Risiko
sistemik secsara spesifik adalah risiko kegagalan bank yang dapat merusak
perekonomian secara keseluruhan dan secara langsung berampak kepada karyawn,
nasabah, dan pemegang saham.
Secara
umum, masyarakat awam tidak mengenal apa yang disebut sebagai risimko sistemik.
Namun mereka tidak asing dengan istilah run on a bank (baik riil maupun
hanya persepsi dari nasabah). Artinya sebuah bank di “rush” oleh nasabah
bank yang ingin menarik kembali dananya secara bersamaandan besar-besaran.
Hal
ini terjadi pada saaat bank tidak dapat memenuhi kewajibanya. Bank tidak dapat
menyediakan dana yang cukup pada saat nasabah malakukan penarikan dananya.
Bank
sangat rentan terhadap risikmo sistemik yang melekat pada industri perbankan.
Risiko sistemik yang mempengaruhi bank-bank lain tidak dapat dihindari jika
sebuah bank mengalami risk loss. Berbagai regulasi diharapkan akan menjadi
paying pelindung bagi industri perbankan. Perlindungan tidak hanya diberikan
kepada bank terkait, yaitu pemegang saham, karyawan, dan nasabah, tetapi juga
kepada perekonomian secara keseluruhan.[7]
4. Manajemen Risiko Bank
Syariah
Sebagai lembaga intermediary
dan seiring dengan situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan yang
mengalami perkembangan yang pesat, perbankan pada umumnya dan perbakan syariah
pada khususnya akan selalu berhadapan dengan berbagai jenis risiko dengan
tingkat kompleksitas yang beragam dan melekat pada kegiatan usahanya.
Risiko-risiko tersebut tidak
dapat dihindari, tetapi dapat dikelola dan dikendalikan. Oleh karena itu
perbankan, dan bank syariah khusunya memerlukan serangkaian prosedur dan
metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usahanya (Adiwarman, 2006: 255).
Dalam pelaksanaannya, proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendali risiko memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Pemetaan Risiko
Bisnis
Bank mengembangkan pemetaan
risiko usaha(business risk mapping) untuk mengidentifikasi risiko
utama yang mengancam perusahaan. Alat ini membantu bank untuk mengetahui dan
menentukan tempat dimana risiko berada. Manajemen harus mengkuantifikasi
magnitude dari risiko dan mengukur potensi dampaknya. Ada nbeberapa cara yang
umum dilakukan, yaitu:
- Membuat daftar berbagai
risiko yang ada, dengan mengelompokkannya ke dalam sebuah kuadran tergantung
tinggi-rendahnya tingkat kemungkinan terjadi, dan dapat berdampak kepada rugi
yang besar atau kecil.
- Membuat peta yang
menyajikan kaji9an perbandingan antara Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko
Likuiditas, dan Risiko Operasional yang dihadapi Bank. Dengan membandingkan
risiko pada sebuah matriks antara dampak dan frekuensinya, manajemen akan dapat
melihat gambaran menyeluruh dari semua risiko berikut keterkaitannya satu sama
lain. Beberapa sumber informasi awal dapat diperoleh dari:
- Environmental scan
yaitu sumber informasi untuk mengevaluasi politik, ekonomi, sosial, budaya,
hokum, dan lain sebagainya.
- Dokumen keuangan seperti
proyeksi anggaran (RKAP), laporan keuangan, dan dokumen-dokumen keuangan lain
sebagai sumber informasi awal untuk melakukan analisis.
- Dokumen legal seperti
kontrak-kontrak, ketentuan hokum dan peraturan yang ada hubungannya dengan
kegiatan usaha sebagai sumber yang penting untuk dikaji.
- Hasil inspeksi di
lapangan (on-site inspection) seperti hasil pemeriksaan yang dilakukan SKAI,
merupakan sumber informasi yang sangat baik, dan bahkan sebagaim fitur berkala
dari proses Manajemen Risiko yang berkelanjutan.
- Hasil Wawancara,
seperti hasil penilaian kinerja pegawai atau wawancara langsung dengan para
pegawai.
- Analisis statistic
seperti perkembangan kualitas aktiva produktif (KAP), tren komposisi simpanan
dana pihak ketiga (DPK), tingkat dan tren kegagalan system, kerugian yang terjadi,
dan sumber Risiko Operasional lainnya. Data seperti ini biasanya tersedia
secara internal.
- Benchmarking/best
practices, alat Manajemen Risiko yang juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi dan mengukur tindak pengendalian risiko.
- Jasa konsultasi yang
memahami Risiko dan merupakan sumber informasi mengenai klasifikasi Risiko.
2. Alat Modeling
Alat modeling ini akan
memudahkan para manajer untuk mengelola ketidakpastian. Analisis scenario dan
model proyeksi merupakan model yang paling sering digunakan. Beberapa contoh
diantaranya adalah:
- Pemakaian analisis scenario
untuk melihat rentang kemungkinan dan mempertimbangkan perubahan yang mungkin
terabaikan. Skenario ini dapat diterapkan dalam menyiapkan contingency plan
(untuk likuiditas maupun EDP).
- Menggunakan analisis statistic
dan teknik Value at Risk (VaR) untuk mengestimasi variasi kerugian yang mungkin
terjadi di masa datang. Potensi rugi ini diproyeksikan kedalam arus kas yang
akan datang atau laba, termasuk dalam analisis sensivitas, stress testing
(sebagai pelengkap pengukuran risiko suku bungs untuk melihat dampak terburuk),
dan berbagai simulasi lain.
- Model keuangan untuk
mensimulasi berbagai Risiko keuangan dn dampak dari berbagai scenario pada
portofolio kredit dan modal.
- Mengantisipasi bencana yang
akan mengganggu kelangsungan usaha, misalnya karena kelalaian atau bencana
alam, system pengolahan data tidak berfungsi. Back-up data dan latihan (drill)
menghadapi keadan darurat secara berkala akan dapat mengantisipasi apabila hal tersebut
terjadi.
- Menilai Risiko teknis selama
pembangunan produk baru dengan cara mengidentifikasi sedini mungkin potensi
adanya kesalahan dalam proses pembangunmannya.
3. Teknik
mengidentifikasi dan menilai risiko
Kelompok teknik ini akan
membantu Manajemen dalam hal menetapkan focus/memberikan perhatian dan
mengakomodasi seluruh kegiatan pengelolaan Risiko.
Beberapa diantaranya yang lazim
digunakan adalah:
- Brainstorming groups.
Pejabat atau pegawai dari berbagai Satuan Kerja berkumpul untuk mendiskusikan
atau menyatakan pendapat (brainstorm) atas sebuah atau beberapa isu.
- Workshop. Bank
sebaiknya mulai memfasilitasi workshop yang focus pada Risiko yang akn menolonh
pegawai untuk menetapkan dan memprioritaskan tujuan, mengidentifikasikan, dan
menilkai Risiko.
- Questionnaires.
Satuan Kerja Operasional diperlengkapi dengan kuesioner yang berisi tujuan dan
risiko yang mungkin timbul.
- Self-assessment.
Para manajer melakukan self-assessmant, dengan bantuan dari SKAI, Divisi
Keuangan dan control, atau dari akuntan luar.
- Filters. Risiko
dikaji terhadap beberapa filter seperti dampak yang tidak besar, Risiko yang
terkaendali, rendahnya tingkat kemungkinan terjadi, dan lain-lain.
- Assessment matrix.
Matrik ini mencangkup seperangkat pertanyaan yang meliputi elemem-elemen dari
Manajemen Risiko dan pengendalian intern. Termasuk didalamnya, best practices.
- Risk identification
templates. Satuan Kerja mendapatkan template yang akan membimbing mereka
untuk mengidentifikasi dan mengkaji Risiko mulai saat mereka merencanakan dan
menjalankan proses.
- “Bottom up” risk
assessments. Satuan Kerja mengidentifikasi dan menilai Risiko. Hasilnya
diakumulasi di tingkat pusat.
- Value at Risk (VaR) model
and worst case model. Model ini digunakan untuk menilai Risiko dengan cara
mengestimasi potensi rugi terhadap nilai sebuah posisi atau portofolio dalam
satu jangka waktu tertentu berdasarkan factor-faktor yang ada di pasar.
- Prioritizing risks.
Risiko akan ditempatkan atau diatasi berdasarkan jenjang (rank) masing-masing.
4. Peran
Internet/Intranet
Pemakaian Internet/Intranet
semakin meningkat dalam mengelola Risiko. Alat ini digunakan untuk
mempromosikan kewaspadaan dan pengelolaan Risiko, untuk mendapatkan informasi
mengenai Risiko untuk area tertentu, berkomunikasi dengan pegawai, berbagai
informasi mengenai Manajemen Risiko dengan Bank lain, dan mengkomunikasikan
tujuan Manajemen Risiko Bank kepada publik.[8]
[1]
Ahmad Selamet dan Hoscaro, Manajemen Risiko Bank Syariah,
2008, <http://shariaeconomy.blogspot.com/2008/11
[2]
Asep Ali Hasan Wahyu Ari Nugroho, Manajemen Risiko,
2008,<http://hendrakholid.net/blog/manajemen_risiko.html> Diakses pada 10
Desember 2008
[3]
Ahmad Selamet dan Hoscaro, Manajemen Risiko Bank Syariah,
2008, http://shariaeconomy.blogspot.com/2008/11/manajemen_risiko_bank_syariah.html.
Diakses pada 01 November 2008
[4]
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, dalam Rahmani Timorita Yulianti, Manajemen Risiko Perbankan Syariah,2009,
<http://master.islamic.uii.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=45&Itemid
=57>. Diakses Pada 30 April 2009
[5]
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, dalam Rahmani Timorita Yulianti, Manajemen Risiko Perbankan Syariah,2009,
<http://master.islamic.uii.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=45&Itemid
=57>. Diakses Pada 30 April 2009
[6]
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan
Keuangan,(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), cet. Ke-3, h.
260-271
[7]
Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan:
Pemahaman Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan
Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2008), h. 23-25
[8]
Robert Tampubolon,Risk Management ,Manajemen Risiko:Pendekatan Kualitatif untuk
Bank Komersial, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2006), cet. Ke-3, h.
105-108